Kontribusi Pajak Kripto Sentuh Rp 539,7 Miliar hingga Februari 2024


Sebelumnya diberitakan, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mengungkapkan, pihaknya masih melanjutkan pembahasan evaluasi pajak kripto dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo).

Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Perdagangan Berjangka Komoditi Bappebti Tirta Karma Senjaya mengatakan setelah adanya tanggapan dari pihak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan terkait evaluasi pajak kripto, Bappebti melakukan pembahasan secara internal.

“Ada (pembahasan), kita nanti bahas dengan Pak Robby, Ketua Aspakrindo nanti supaya satu suara. Kemarin juga sudah ada di berita, Ditjen Pajak sudah menanggapi mereka siap untuk bicara. Kalau begini, mereka sudah memberikan lampu hijau, kita juga enak masuknya,” kata Tirta dalam acara diskusi Reku Finance Flash, Kamis, 14 Maret 2024, ditulis Jumat (15/3/2024).

Menurut Tirta pengenaan pajak kripto perlu dievaluasi karena dinilai terlalu besar dan berpengaruh pada nilai transaksi aset kripto tanah air. Tirta menuturkan, dengan penetapan PPn dan PPh terhadap transaksi kripto mengakibatkan banyak para nasabah yang bertransaksi kripto di luar negeri.

Sebelum pajak kripto diresmikan, Bappebti sempat memberi usulan untuk pajak kripto dikenakan setengahnya yaitu 0,05 persen dan 0,055 persen.

Pemerintah resmi menetapkan pajak untuk aset kripto melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Republik Indonesia Nomor 68/PMK.03/2022 yang berlaku sejak 1 Mei 2022.

PMK tersebut mengatur tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) atas transaksi perdagangan aset kripto.

PPh untuk penjual aset kripto tercatat sebesar 0,1 persen dari nilai transaksi, dan PPN yang dikenakan sebesar 0,11 persen dari nilai transaksi. Sementara itu, bagi yang belum terdaftar di Bappebti, pungutan pajaknya lebih tinggi yakni PPh 0,2 persen dan PPN sebesar 0,22 persen.

 



Source link

Related Articles

Responses