Family Office Bebas Pajak di Indonesia, Pemerintah Anak Tirikan Kelas Menengah
Liputan6.com, Jakarta – Presiden Joko Widodo telah menunjuk Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjdaitan untuk memimpin tim khusus guna mempelajari skema pendirian family office atau kantor keluarga. Pemerintah berencana membentuk family office dengan membebaskan pajak.
Family office diusulkan untuk mendorong devisa masuk dari para ultra kaya. Hal ini terinspirasi dari beberapa negara maju seperti Singapura, Abu Dhabi dan Cina (kota Hongkong).
Family office merupakan perusahaan swasta yang bergerak di bidang pengelolaan kekayaan yang melayani individu ultra kaya. Family Office diyakini akan menguntungkan secara ekonomi karena adanya potensi investasi yang akan masuk dalam negara.
Luhut dalam pernyataan di sosial media pribadinya juga menjanjikan adanya insentif pajak yaitu bebas pajak bagi mereka yang mau menaruh uangnya di family office, dan akan dikenakan pajak apabila berinvestasi pada instrumen yang membuka lapangan pekerjaan.
Peneliti The Prakarsa Bintang Aulia Lutfi menjelaskan, meskipun pembebasan pajak dimaksudkan untuk menarik perhatian pemilik modal besar tetapi dapat menimbulkan ketidakadilan.
“Perlakuan pemerintah pada ragam kelas ekonomi saat ini tidak menjunjung asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dimana kebijakan yang dikatakan dapat membawa penerimaan negara justru tidak adil untuk masyarakat,” ujar Bintang dalam keterangan tertulis, Sabtu (13/7/2024).
Orang kaya akan semakin dimanja dengan fasilitas pembebasan pajak jika berinvestasi pada proyek-proyek pemerintah. Sementara, pemerintah berencana menetapkan pajak yang lebih tinggi pada kelas menengah-bawah seperti Pajak Penghasilan/PPh sebesar 12% pada 2025. Tentu saja ini akan memberatkan kelas menengah-bawah.
Bintang juga menyampaikan bahwa family office sebetulnya merupakan tawaran bagus jika mengatur kemudahan dalam berusaha dan good governance yang baik seperti temuan hasil riset Prakarsa.
“Sebenarnya pemerintah memiliki miskonsepsi bahwa investor akan tertarik dengan kelonggaran yang diberikan. Padahal, pada akhirnya, negara yang memberikan kemudahan-kemudahan dalam berusaha dan good governance yang baik, justru akan menjadi pemenangnya dalam menarik FDI seperti Singapura dan Brunei Darussalam.” imbuh Bintang.