Dasar Hukum Tarif Parkir Valet: Kenapa Lebih Mahal Dibandingkan Parkir Biasa?
Liputan6.com, Jakarta Jumlah kendaraan bermotor di Jakarta terus meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi. Meningkatnya kepemilikan kendaraan menjadi tanda perkembangan ekonomi, namun tanpa pengaturan yang baik, hal ini bisa menyebabkan kemacetan dan permasalahan parkir.
Pentingnya penyediaan tempat parkir yang memadai, terutama bagi pengguna kendaraan pribadi, menjadi solusi untuk mengatasi keruwetan tersebut.
Salah satu layanan parkir yang kini semakin diminati adalah parkir valet, di mana pengemudi menyerahkan kendaraan kepada petugas yang akan mengurus parkirnya.
Kepala Pusat Data dan Informasi Pendapatan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jakarta, Morris Danny, menjelaskan bahwa dasar hukum terkait tarif parkir valet dan pajaknya dijabarkan dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Aturan ini merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022.
“Dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024, PBJT Jasa Parkir merupakan pungutan yang dikenakan atas penyediaan atau pengelolaan tempat parkir di luar badan jalan, termasuk layanan parkir valet yang dikelola oleh pihak swasta,” kata Morris, Kamis (14/11/2024).
Parkir Valet dan Ketentuan Pajaknya
Berdasarkan Pasal 48 ayat (1) Peraturan Daerah tersebut, layanan parkir valet termasuk dalam objek Pajak Bea Jasa Parkir (PBJT). Artinya, setiap layanan parkir valet di Jakarta dikenakan pajak sesuai dengan peraturan ini. Pajak ini berlaku tidak hanya untuk valet di pusat perbelanjaan, hotel, atau tempat umum lainnya, tetapi juga untuk fasilitas parkir swasta yang menawarkan layanan tersebut.
Tarif pajak untuk jasa parkir valet diatur dalam Pasal 53 ayat (1) Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024, yang menetapkan tarif PBJT sebesar 10% untuk jasa parkir, termasuk valet. Ini berarti setiap pengguna layanan parkir valet di Jakarta dikenakan pajak tambahan sebesar 10% dari biaya valet.