Sri Mulyani dan Bos OECD Tandatangani Subject to Tax Rule, Apa Manfaatnya Buat Indonesia?
Liputan6.com, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bersama Secretary-General of The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) Mathias Cormann melakukan penandatanganan Instrumen Multilateral Subject to Tax Rule (MLI STTR). Penandatangan ini dilakukan pada 19 September 2024.
Subject to Tax Rule ini merupakan ketentuan yang diterapkan dengan basis perjanjian atas pembayaran intragrup seperti bunga, royalti, dan pembayaran tertentu lainnya termasuk jasa. Dengan penandatanganan ini, negara berkembang seperti Indonesia bisa mengeksekusi topup tax atau pungutan selisih tarif Pajak Penghasilan (PPh).
“This is truly an important agreement reflects the fact that the STTR has been a key priority for many developing countries, as we heard from our previous speaker, of the Inclusive Framework on BEPS,” ujar Sri Mulyani dikutip dari keterangan tertulis, Sabtu (21/9/2024).
Melalui penandatanganan tersebut, Indonesia turut menunjukkan komitmen dalam upaya peningkatan kerja sama perpajakan internasional.
Penerapan Instrumen Multilateral Subject to Tax Rule dilatarbelakangi oleh penggerusan basis pajak dan pengalihan laba yang saat ini merupakan masalah global.
Untuk itu, Indonesia bersama dengan lebih dari 140 negara dan yurisdiksi anggota OECD/G20 Inclusive Framework on Base Erosion and Profit Shifting (IF) menyepakati ketentuan penerapan Subject to Tax Rule.
Dalam ketentuan Subject to Tax Rule, pembayaran intragrup harus dikenakan pajak dengan tarif minimum sebesar 9% di negara atau yurisdiksi penerima pembayaran menjadi residen. Dalam hal tarif yang dikenakan kurang dari 9%, negara sumber dapat mengenakan pajak tambahan.
Pengenaan pajak tambahan Subject to Tax Rule dilakukan setelah berakhirnya tahun pajak pembayaran dilakukan. Hal ini mengingat terdapat materiality treshold yang harus dipenuhi agar pembayaran tersebut berada dalam cakupan Subject to Tax Rule.